Thursday, 5 March 2009

NEW PROJECT

Title: LUNA AFTER MIDNIGHT

Author: Cindy Clarissa *real name*/Reila Nakahara *nickname*

Pairing: Choi Siwon *Super Junior!!!*

Genre: Romance

This is really really created by me


Jam 12 tengah malam punya arti banyak. Jam 12 tengah malam adalah dimulainya hari baru. Bagi Cinderella, jam 12 tengah malam adalah akhir dari kebahagiannya. Akhir dari gaun pestanya. Akhir dari kereta labunya. Tapi bagiku, jam 12 adalah sebuah awal. Awal dimana akhirnya akar pohon itu menjadi kaki. Dimana aku bisa berdiri dan berjalan. Tidak seperti disiang hari ketika aku hanya bisa diam dan memandang orang lalu lalang dengan kaki mereka.

Malam yang gelap. Dan aku duduk seperti biasanya dibangku didepan pohonku. Sekarang pohon itu tidak ada. Itu karena aku duduk disini. Itu karena akulah pohonnya. Ya, aku adalah pohon. Mulai dari jam 4 pagi sampai jam 12 malam paling tidak. Sedangkan dari jam 12 malam sampai jam 4 pagi aku adalah manusia utuh. Kenapa bisa begitu? Ceritanya panjang.

Aku memandangi sekitar. Sepi. Aku menunduk. Rasanya ingin aku berlari mengelilingi kota ini. Bukan hanya duduk-duduk saja ditaman. Tapi aku terlalu takut. Aku takut menjadi keasyikan sehingga lupa waktu dan lupa berubah menjadi pohon. Aku bisa saja bertahan menjadi manusia melebihi jam 4 pagi. Tapi konsekuensinya adalah aku lenyap. Menghilang dari dunia ini. Dan aku tidak mau itu terjadi. Aku sudah diberi kesempatan kedua. Aku takkan menyia-nyiakannya. Jadi, aku terus duduk dibangku ini. Entah sampai kapan. Mungkin sampai keberanianku muncul atau sampai aku merasa sangat bosan. Dan aku belum merasa bosan.

Tik tok tik tok tik tok… Yah, waktu terus berjalan. Jam ditaman memperlihatkan bahwa sebentar lagi jam 4. Dan aku harus berubah. Sedih rasanya. Aku masih ingin menikmati lagi kaki ini. Tapi inilah takdirku.

***

Siang yang begitu panas. Orang-orang lewat. Kadang ada yang duduk dibangku didepanku. Aku menikmati percakapan mereka karena bagiku itu hiburan. Masalah politik, musik, film, ekonomi, semuanya. Mereka membicarakan itu semua. Aku mendengarkan. Tapi besoknya aku pasti sudah lupa. Aku hanya malas mengingatnya.

Ada seorang pria datang. Dia lalu duduk dibangku. Kenapa wajahnya begitu muram? Apa yang membuatnya sedih? Seandainya saja bisa kutanyakan, tapi aku tak bisa. Dan dia diam saja. Memandang lurus kedepan dengan kosong. Bila diperhatikan. Dia sangat tampan.

Lama sekali si tampan itu duduk, sampai ponselnya berbunyi. Dia menatap layar ponselnya dan ekspresinya berubah menjadi tidak senang.

“Halo,” Jawabnya enggan.

Bla bla bla. Setelah selesai berbicara dengan orang yang menelponnya, dia berdiri, bersiap pergi. Dia memandang berkeliling lalu pandangannya berhenti ke aku. Si pohon. Dan dia pergi tanpa mengatakan apa-apa.

Ugh! Perasaan apa ini? Kuakui aku terpesona akan ketampanannya. Tapi bukan hanya itu. aku merasa ada getaran dalam hatiku. Aku berharap si tampan akan kembali lagi.

***

Di tempat lain…

Choi Siwon memasuki kantor itu dengan enggan. Rasanya dia sudah sangat berusaha untuk menjauhi kantor ini. Tapi sekeras apapun Siwon berusaha, dia tetap tidak bisa menghindar. Resepsionis memanggilnya tampak ingin mengatakan sesuatu. Tapi Siwon tak memperdulikannya. Jadi, dia terus saja berjalan menuju lift.

Akhirnya sampai juga Siwon pada ruangan yang dia tuju. Dia terdiam agak lama didepan pintu. Lalu akhirnya dia mengetuk juga pintu itu.

“Masuk,” jawab suara dari dalam ruangan.

Siwon memasuki sebuah ruangan luas dengan dekorasi minimalis. Tampak seorang pria separuh baya duduk dibelakang meja, menunggunya.

“Duduklah,” kata Pria itu sambil menunjukan bangku didepannya.

Siwon duduk tanpa mengatakan apa-apa. Pria itu menajamkan pandangannya.

“Kau kemana saja?” tanyanya. Siwon tidak menjawab.

“Kau tahukan kalau kau harus menghadiri rapat itu. kau harus lebih banyak berada disini untuk mepelajari lebih banyak tentang perusahaan yang nantinya akan kau pimpin. Kau harus membiasakan diri.”

Siwon tetap diam.

Mereka berdua terdiam cukup lama. Sang pria masih menatap tajam Siwon. Siwon membalas tatapannya.

“Kau tahukan ayah, aku tidak pernah suka berada disini. Dan aku tidak mau memimpin perusahaan manapun,” Siwon akhirnya bersuara.

“Kalau aku mengatakan kau akan memimpin perusahaan ini, kau akan memimpinnya. Jangan membantah kata-kataku,” balas sang ayah dingin.

“Kau tidak bisa mengatur takdirku, ayah,” Siwon berusaha untuk tetap tenang.

Ayah Siwon memandang sang anak dengan angkuh. “Tentu saja aku bisa karena aku adalah ayahmu dan kau bergantung padaku. Kau pikir darimana kau mendapatkan semua yang kau miliki dan segala kemudahan yang kau rasakan?”

Siwon sudah tidak tahan. Matanya sekarang menatap sang ayah penuh kebencian. Dia berdiri dan melangkah secepat mungkin ke pintu. Dia benar-benar tidak tahan berada seruangan dengan orang yang selalu mengintimidasi dirinya dan mengatur hidupnya. Dia sudah muak.

“Ingat kata-kataku, Siwon,” Ayahnya berkata sebelum Siwon benar-benar keluar dari ruangannya.

Siwon membanting pintu.

***

Teng.. teng..

Jam 12 tengah malam tiba. Akhirnya aku menjadi manusia. Jangan pernah berpikir bahwa aku akan telanjang. Tidak. Aku memakai pakaian. Pakaian yang sama sejak pertama kali aku menjadi pohon. Aku memakai blus lengan panjang dan rok selutut. Dan aku memakai itu terus bahkan saat musim dingin. Aku tidak kedinginan. Mungkin karena aku bukan manusia utuh makanya bisa begitu.

Malam ini lagi-lagi aku sendirian. Pernah ada yang lewat. Orang yang pulang kemalaman, gelandangan, pasangan mesum, orang mabuk, sampai orang-orang misteruis berpakaian hitam-hitam yang tidak aku tahu apa pekerjaannya. Mereka kadang duduk dibangku. Kalau sudah begitu, aku langsung bersembunyi. Aku tidak mau terlihat, terutama oleh orang mabuk dan orang misterius. Mereka tampak menakutkan dan berbahaya. Dan mereka tidak ‘menyadari’ hilangnya pohon dibelakang bangku. Mungkin karena keadaan mereka yang kacau atau apa.

Tapi selebihnya aku selalu sendiri. Ada keinginan dalam hatiku untuk memilki teman. Sudah lama sekali aku tidak berbicara dengan siapapun. Aku… Tunggu. Ada orang mabuk! Dia menuju kesini, ke arahku. Oh, aku harus bersembunyi lagi. Er, sebentar… Aku mengenalinya. Orang mabuk itu. Dia… Si tampan.

Keadaannya jauh lebih kacau daripada tadi siang. Upps, dia terjatuh. Aku bergegas mendatanginya. Niatku untuk bersembunyi kuurungi saja.

“Kau baik-baik saja?” Aku bertanya seraya membantunya berdiri. Aroma minuman keras tercium jelas.

Dia menyipitkan mata berusaha melihatku dengan jelas. Sepertinya pandangannya agak kabur. “Kau siapa?” Dia agak linglung.

Aku tidak menjawab. Aku mendudukannya dibangku, lalu duduk disampingnya. Dia menunduk sambil memegangi kepalanya. Aku merasa prihatin.

“Apa yang terjadi padamu? Kau tertimpa masalah?

Dia terdiam agak lama. Aku menunggu jawabannya. Dia malah muntah. Aku kaget lalu langsung mengelus-elus punggungnya. Dia mencengkram rambutnya.

“Hidupku masalahku,” Kata si tampan akhirnya. Suaranya terdengar lemah.

Aku menghela nafas. Masalahnya pasti berat.

“Masalah selalu menjadi temannya manusia,” aku bergumam sambil menatap langit. “Mereka selalu menyertai manusia.”

Si tampan diam. Kami terdiam cukup lama. Mendadak aku jadi teringat akan masa laluku. Masa lalu yang menyebabkan ini semua. Yang menyebabkan aku jadi begini. Rasanya pedih harus mengingatnya. Tapi ini akan selalu menghantuiku.

“Dulu aku berteman akrab dengan masalah,” Pandangannya beralih dari langit ke wajaku. “Bodohnya, aku tidak mau mengahadapinya. Aku malah lari. Akibat yang kutanggung sangat besar,” Aku bergumam llirih.

“Manusia hanya bisa lari,” Gumamnya. Aku memandangnya tajam.

“Kau tidak boleh lari.”

Dia balas memandangku tajam.

“Bagaimana caranya? Bagaimana supaya aku tidak lari?”

Aku terdiam lalu tersentak saat pandanganku berada pada jam taman. Lima menit lagi jam 4. Aku panik.

“Kau belum menjawab pertanyaanku,” Dia agak kaget melihat perubahan mendadak pada diriku. “Dan kau kenapa?” Tanyanya lagi.

Aku bingung. Apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus berubah didepan dia? Tampaknya harus. Aku tidak punya pilihan lain. Apa dia bisa menjaga rahasia? Ya Tuhan… Waktu terus berjalan. Aku tidak boleh terus diam begini.

Aku memandang si tampan penuh arti. “Kumohon lupakan apa yang terjadi padamu disini. Lupakanlah aku,” Bisikku tegang.

“Apa maksudmu?” dia balas berbisik. Sangat bingung.

Aku berlari ke belakang bangku. Dia berdiri saking terkejutnya. Aku memandangnya untuk yang terakhir kalinya sebagai manusia.

“Selamat tinggal,” Bisikku sedih. Aku takkan melupakanmu, sambungku dalam hati. Akhirnya aku berubah menjadi pohon.

Reaksi si tampan sesuai perkiraanku. Super shock. Dia berdiri cukup lama. Memandangku. Sebagai pohon. Sepertinya berbagai pertanyaan memenuhi kepalanya. Dia masih berdiri mematung sampai matahari pagi terlihat. Akhirnya dia memukul kepalanya dan memutuskan untuk pergi.

***

To be continue...


Akhirnya bikin fanfic jg stelah membeku sekian lama. Abis skrng lagi suka ma Suju, trutama Siwon. Langsung deh imajinasi kmana-mana.


0 comments: